Selasa, 24 April 2012

MENGENAL KESEMPURNAAN AD-DIIN AL-ISLAM (IMAN + ISLAM + IHSAN)

Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki, dan Imam Syafi’I telah sepakat dalam sebuah statement mereka: “Barangsiapa mendalami fiqih tetapi belum bertasawuf, berarti ia fasik. Dan barangsiapa bertasawuf tetapi belum mendalami fiqih, berarti ia zindiq.”


Pendapat para Imam Mazhab tersebut di atas mengingatkan kita pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Bukhari mengenai TIGA PILAR (TIANG UTAMA) BANGUNAN AD-DIIN AL-ISLAM..., yaitu:

(1) IMAN, dengan dasar keilmuannya adalah ILMU TAUHID, yang mengkristal dalam RUKUN IMAN, dan para pemegang ijazah spesialisasi ahlinya dinamakan Ulama Tauhid (Hukama);

(2) ISLAM, dengan dasar keilmuannya adalah ILMU FIQIH yang merupakan SYARI’AT LAHIR, yang mengkristal dalam RUKUN ISLAM, dan para pemegang ijazah spesialisasi ahlinya dinamakan Ulama Fiqih (Fuqaha); dan

(3) IHSAN, dengan dasar keilmuannya adalah ILMU TASAWUF (Imam Ghozali menyebutnya ILMU SIRR / Ilmu Rahasia, Ilmu tentang Hati / Qolb) yang merupakan SYARI’AT BATIN, yang mengkristal dalam RUKUN IHSAN, dan para pemegang ijazah spesialisasi ahlinya dinamakan Ulama Tasawuf (Shufi).

Dengan demikian, kesempurnaan Ad-Diinul Islam yang dibawakan Nabi Besar Muhammad SAW meliputi:

1. Aspek Dzohir (Eksoteris, Fisikal), yaitu Syari'atul-Jadidah (Syari’at Lahiriyah) yang berfungsi menata kehidupan jasmaniyah / duniawi untuk kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia berpedoman petunjuk ayat-ayat Al-Qur'aan dan Al-Hadits yang muhkamat-nya; dan

2. Aspek Bathin (Esoteris, Metafisikal), yaitu Syari'atul-Qodimah (Syari’at Bhatiniyah) yang berfungsi menata kehidupan ruhaniyah / ukhrowi untuk kebahagiaan dan keselamatan hidup di akhirat / setelah meninggalkan dunia fana’ ini berdasarkan petunjuk ayat-ayat Al-Qur'aan dan Al-Hadits yang mutasyabihat-nya.

(Tentang ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihaat dapat dipelajari pada QS Ali 'Imran 3: 7, dan Hadits-nya dapat dibaca di: http://qiraati.wordpress.com/2011/09/17/al-qur%E2%80%99an-dan-tafsir-sufi/#more-952).

Hadits mengenai kesempurnaan Ad-Diin Al-Islam (IMAN Tauhid + ISLAM Fiqih + IHSAN Tasawuf) tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut:

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .
[رواه مسلم]

Arti hadits / ترجمة الحديث :
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :  “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ eritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari qiyamah dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata:  “anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi:  “Beritahukan aku tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau  melihat  Allah, jika engkau tidak melihat Allah maka sesungguhnya Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari qiyamah  (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan junjungannya, dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya:   “Tahukah engkau siapa yang bertanya?”, aku berkata:  “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“.  Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian (Ad-Diin Al-Islam)“.

Hujjatul dan Mujadid  Islam Imam Al-Ghozali r.a. pendiri Thoriqoh (Tarekat) Ghozaliyah yang sangat terkenal dengan kitab "Ihya 'Ulumuddin"-nya itu, dan Mawlana Sulthanul Awliyaa’ Al-Ghawts Al-‘Azhom Syaikh Muhyi Ad-Diin ‘Abd al-Qadir Al-Jilani Al-Baghdadi r.a. pendiri Thoriqoh (Tarekat) Qadiriyah dengan kitab "Sirrus Asror"–nya itu, serta Mufti Agung Syaikh Jalal ad-Diin ar-Rumi pendiri Thoriqoh (Tarekat) Mawliyah dengan Tarian Shufi "Whirling Dervishes”-nya yang sangat populer dan kitab "Fihi Ma Fihi"-nya yang terkenal itu, adalah contoh dari sekian banyak Tokoh Shufi di Dunia Islam pendiri thoriqoh-thoriqoh besar yang merupakan para Ulama Ahli Tauhid dan juga Ahli Fiqih sekaligus pula Ulama Ahli Tasawuf / Ahli Shufi dari kalangan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah yang sangat masyhur di seantero Dunia Islam.

"Wa allawis taqaamu ‘alath      thariiqati      la-asqainaahum ma-an ghadaqaa ....... Dan bahwasanya jika mereka berketetapan hati tetap teguh berdiri (istiqomah) di atas      thoriqoh      (methodology untuk sampai kepada Allah) yang benar niscaya akan Kami turunkan hujan (rahmat) yang lebat (karunia dari sisi Allah SWT)." (QS.Jin 72:16).

Mereka adalah para Guru Besar Tauhid yang sangat mendalam ma'rifahnya kepada Allah SWT dan sangat dekat dan akrab dengan-Nya (al-muqarrabuun). Hati mereka hanya terisi Cinta Allah (mahabatullah). Allah SWT menjadikan mereka kekasih-Nya (waliyullah) dan memilih mereka sebagai Waliyyam-Mursyida-Nya dengan mengkaruniai mereka Ilmu dan Rahmat dari sisi-Nya (Ilmu Laduni) sesuai firman-Nya:

"Faa wajadaa 'abdam min 'ibaadinaa aatainaahu rahmatam min 'indinaa wa 'allamnaahu mil ladunnaa 'ilmaa ... (Akhirnya) mereka (berhasil) menemukan seorang hamba dari hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepadanya suatu ilmu dari sisi Kami (Ilmu Ma'rifatullah)." (QS Al-Kahfi 18: 65).

Sekalipun penamaan thoriqoh dan metodologi mereka dalam menuju Tuhan berlainan satu sama lain, akan tetapi mereka semua bersaudara fillah pada Jalan Allah (ukhuwah bashariyah) karena visi dan misi mereka sama, yaitu sama-sama mengajak umat manusia untuk mencari Wajah-Nya (liqa' Allah) dan wushul ila Allah SWT (sampai kepada-Nya), mentauhidkan Allah SWT, menyembah dan mendekatkan diri yang sedekat-dekatnya kepada-Nya (al-muqarrabuun) di atas dasar landasan petunjuk-petunjuk Al-Qur’aan dan Sunnah Rasulullah SAW, antara lain:

“Awwaluddiini ma’rifatullah … mula-pertama memeluk agama adalah mengenal Allah (Yang wajib disembah).” (Al-Hadits).

“wa maa tunfiquuna illab tighaa-a Wajhullahi … dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena (tujuan) mencari Wajah Allah.” (QS Al-baqarah 2: 272).

“illabtighaa’a Wajhi Robbihil a’la … kecuali yang mengharap wajah Rabb-nya yang Mahatinggi” (QS Al-Lail 92 : 20).

“wa maa kholaqtul jinna wal insa ila liya’buduun ... dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat 51: 56).

“wa laa tad’u ma’Allaahi ilaahan aakhara laa ilaaha ilaa huwa kullu syai’in haalikun ilaa Wajhahuu lahul hukmu wa ilaihi turja’uun ... dan janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu (ciptaan, makhluk) pasti binasa, kecuali Wajah-Nya. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qashash 28: 88).

“Inni wajahtu Wajhiya lil ladzi fatharas-samaawaatii wal ‘ardla hanifam muslimaw wa maa ana minal musyrikin … Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Wajah Rabb Yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS Al-An’aam 6: 79)

“Siapa yang beramal demi pahala, niscaya akan letih dengan harapan. Siapa yang beramal karena takut siksa, niscaya akan letih dengan prasangka baik. Siapa yang beramal demi Wajah-Nya, niscaya tiada letih baginya.” (Imam An-Nifari).

”Yaa ayyuhal insaanu innaka kaadihun ilaa Robbika kad-han fa mulaaqiih ... Hai manusia, sesungguhnya kamu harus berusaha dengan sungguh-sungguh (setekun-tekunnya) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS Al Insyiqaaq 84: 6).

”Man kaana yarjuu liqoo-Allaahi fa inna ajalallaahi la aatiw wa huwas samii’ul ’aliim ... Barangsiapa yang mengharap ingin menemui Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti sampai (tiba), dan Dia Maha Mendengar dan Maha mengetahui.” (QS Al-’Ankabuut 29: 5).

”La qad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanatul li man kaana yarjullaaha wal yaumal aakhira wa dzakaral-laaha katsiiraa ... Sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (contoh teladan) untuk kamu dan (juga) untuk orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari kemudian dan yang (ingin) mengingat Allah sebanyak-banyaknya.” (QS Al-Ahzaab 33:21).

“Alaa innahum fii miryatim mil liqoo-i Robbihim alaa innahuu bi kulli syai’im muhiith ... Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam ragu-ragu tentang menemui Tuhan mereka. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS Fushshilat 41: 54).

“Maa qadarullaaha haqqa qadrihi innallaaha la qawiyyun ’aziiz ... Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS Al Hajj 22: 74).

Bagi hamba-hamba Allah yang tulus-ikhlas  dalam  ber’ubudiyah (menghambakan diri) kepada-Nya dan bersungguh-sungguh melakukan perjalanan menuju kepada Wajah-Nya, merindukan dan mencari kehadiran-Nya, serta tak henti-hentinya berdo’a memohon kepada-Nya, dengan memenuhi petunjuk Allah SWT di dalam Al-Qur’aan suci:

“maka apakah mereka tidak melakukan perjalanan di muka bumi (mencari kehadiran Allah), lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata (di kepala) itu yang buta, tetapi yang buta, ialah (mata) hati yang di dalam dada.” (QS Al-Hajj 22: 46).

“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini (selagi masih hidup), niscaya di akhirat (nanti, sesudah kematian) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat / kesasar dari jalan (yang benar, jalan menuju kembali kepada-Nya).” (QS Al-Israa’ – Perjalanan – 17: 72).

”Ya ayyuhal ladziina aamanut taqullaaha wab taghuu ilaihil washilata wa jaahiduu fi sabiilihii la’allakum tuflihuun ... Hai orang-orang yang percaya, patuhlah kepada Allah, dan carilah Al-Washilah ('Tali Allah' yang menghubungkan / menyampaikan dan mendekatkan diri) kepada-Nya dan berjihadlah (sungguh-sungguhlah berjuang / berusaha) pada jalan (metodologi) menuju Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan (kemenangan / keselamatan / kebahagiaan hakiki).” QS Al-Maa’idah 5: 35).

“Ilahi Anta maksuudi wa ridhoKa mathlubi, ‘athiini mahabbataKa wa ma’rifataKa … Tuhanku, Engkaulah yang aku cari / tuju dan perkenan ridho-Mu yang aku harap-harapkan, tumbuhkanlah rasa cinta kepada Engkau di hatiku dan sampaikanlah daku pada ma’rifah-Mu (mengenal Allah Yang wajib disembahnya).” (Al-Hadits).

“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan (petunjuk-petunjuk  Al-Qur’aan) dan telah kami ikuti rasul (meneladani sunnah Nabi Besar Muhammad SAW), karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi Saksi Allah." (QS Ali ‘Imran 3: 53).

Maka Allah SWT akan memberikan kemudahan dan rahmat (pertolongan)-Nya serta petunjuk dan bimbingan-Nya lebih lanjut kepada hamba-hamba-Nya tersebut, dengan mempertemukan mereka kepada seorang hamba –Nya sebagaimana dimaksud dalam firman-Nya:

مَنْ يَهْدِ اللهِ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًَّا مُرْشِيْدًَا
"Man-yahdillaahu fahuwal muhtadi wa man yudhlil falan tajida lahuu Waliyyam-Mursyidaa ....... Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah orang yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat (karena mengikuti hawa nafsu), maka orang itu tidak akan mendapatkan satu orang Waliy-Mursyid pun yang akan memimpin / membimbingnya (pada jalan menuju Allah,  jalan kebenaran). (QS Al-Kahfi 18:17)

"wa may yudhlilillaahu fa maa lahuu min haad ... dan barangsiapa yang disesatkan Allah (karena mengikuti hawa nafsu), maka tidak ada baginya satu orang Pemberi Petunjuk pun yang akan menunjukinya (pada jalan menuju Allah, jalan kebenaran)."
(QS Ar-Ra'd 13: 33).

Mudah-mudahan kita semua dikaruniai petunjuk dan dibimbing Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT) sehingga dapat memenuhi perintah-Nya:

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridha'an Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam    Islam keseluruhannya (AD-DIIN AL-ISLAM = IMAN Tauhid + ISLAM Fiqih + IHSAN Tasawuf), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan (yang bersifat menyesatkan dengan merusak / memecah-belah keparipurnaan Ad-Diin Al-Islam). Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata (terang-terangan) bagimu." (QS Al-Baqarah 2: 207-208).

Sebagaimana dijelaskan dan diamanatkan pula dalam sabda Rasul-Nya, Nabi Besar Muhammad SAW:

"Asy-Syari'atu aq-qauli, wath-thoriqotu af'ali, wal-haqiqatu ahwali, wal-ma'rifatu sirri ... Syari'at (syari'at lahir dan syari'at batin) itu adalah perkataanku (ajaran Ad-Diin Al-Islam yang dibawakan Beliau SAW), Tarikat (methodologi pengamalan syari'at lahir dan syari'at batin, referansi: QS Al-Maa'idah 5: 35) itu adalah amal-perbuatanku , Hakikat (buah pelaksanaan Tarikat, referansi: QS Al-Jin 72: 16) itu adalah pembuktian pengalaman ruhani / spiritualku , dan ma'rifat itu adalah rahasiaku (Ilmu Rahasia, Ilmu Laduni, Ilmu dari sisi Allah SWT, referansi: QS Al-Kahfi 18: 65)." (HR Bukhari).

Dengan memenuhi perintah Allah Yang Merajai manusia (Malikin-naas) serta meneladani dan melaksanakan amanah Rasulullah SAW tersebut di atas secara benar, maka tiap-tiap pribadi umat-Nya akan mendapatkan karunia Nuur-cahaya dari sisi Allah SWT sesuai janji-Nya:

"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah (hijab / tutupan) hatinya untuk (menerima) Ad-Diin Al-Islam lalu ia dikaruniai Nuur-cahaya dari Tuhannya (samakah dengan orang yang membatu hatinya / keras dan terhijab kerak dosa)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah     membatu hatinya (hijab / tutupan hatinya begitu tebal dan keras, referansi: QS Al-Baqarah 2: 74, QS Al-Anfaal 8: 24, QS Al-An'aam 6: 25, QS Al-Israa' 17: 46, QS Al-Kahfi 18: 57)     untuk mengingat Allah (yang dahulu pernah dikenalnya, referansi QS Al-A'raaf 7: 172). Mereka itulah (yang sebenarnya) dalam kesesatan yang nyata." (QS Az-Zumar 39: 22).

"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lupa dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (hijab yang menutupi) mata (hati)mu, maka penglihatan (mata hati) kamu ketika itu amat tajam." (QS Qaaf 50: 22).

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (yaitu) telah Kami turunkan / karuniakan kepadamu Nuur-cahaya yang terang-benderang (Al Qur'aanul-Qodim)." (QS An-Nisaa' 4: 174).

Dengan memasuki dan melaksanakan Ad-Diin Al-Islam secara paripurna / keseluruhan (kaffah) tersebut, sebenarnyalah kita sedang dibimbing dan diperjalankan Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk memenuhi janji suci yang pernah diikrarkan oleh jiwa (nafs) kita kepada Allah SWT sewaktu masih berada di “Alam Alastu bi Robbikum qoolu balaa syahidnaa”, sesuai dengan firman-Nya:

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya…” (QS Al-‘Israa’ – Perjalanan – 17: 1).

”Wa idzakhadza Robbuka min banii aadama min zhuhuurihim dzurriyyatahum wa asyhadahum ’alaa anfusihim alastu bi Robbikum qoolu balaa syahidnaa an taquuluu yaumal qiyaamati innaa kun naa ’an haadzaa ghoofilin ... Dan ketahuilah, tatkala Tuhanmu menjadikan keturunan umat manusia dari sulbi (tulang punggung) mereka (para calon orangtua jabang bayi) dan Allah mengambil kesaksian (syahadah) atas diri-diri jiwa (nafs) mereka (para calon jabang bayi). Allah berfirman, ”(Saksikanlah!), Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Diri-diri jiwa (nafs) mereka menjawab, ”Betul, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi Saksi (Engkau).” Allah berfirman, ”(Kami adakan peristiwa ini) supaya kamu tidak mengatakan di hari kemudian,  ”Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang     l u p a     akan (kesaksian kami) ini.” (QS Al-A’raaf 7: 172).

Mudah-mudahan kita termasuk hamba Allah yang memperoleh karunia Nuur-Cahaya dari sisi Allah Subhanahu Wa ta'ala sebagai bekal utama kebahagiaan dan keselamatan dalam menjalani kehidupan dunia dan terutama kehidupan setelah kematian nanti (akhirat), amiin ya Robbal 'alamiin.

 “… Cahaya di atas Cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing (untuk sampai / menemui) kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia Ta’ala kehendaki, dan Allah memperbuat perlambangan-perlambangan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nuur 24: 35).

"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lupa dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (hijab yang menutupi) mata (hati)mu, maka penglihatan (mata hati) kamu ketika itu amat tajam." (QS Qaaf 50: 22).

“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien (orang-orang benar pada sisi Allah) dan orang-orang yang menjadi Saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan Cahaya mereka…” (QS Al-Hadiid 57: 19).

“Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada waktu mereka menemui Allah ialah:  “Salam”; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (QS Al-Ahzab 33: 44).

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada waktu itu bercahaya, (karena) mereka sedang melihat / menyaksikan Tuhannya.” (QS Al-Qiyaamah 75: 22-23).

 “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (yaitu) telah Kami turunkan / karuniakan kepadamu Cahaya Yang Terang-benderang (Al Qur’aanul Qodim).” (QS An-Nisaa’ 4: 174).

Akhirul kalam, hamba yang dho'if lagi sangat faqir di hadapan kemahabesaran Allah Tuhannya ini berharap ampunan Tuhannya atas segala kekurangan dalam menyusun tulisan ini dan mudah-mudahan tulisan sederhana ini mendapatkan keridha'an Allah SWT dan bermanfaat bagi para hamba Allah yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya di dalam lubuk hatinya masing-masing, dan semoga Allah SWT melimpahi taufiq, hidayah, dan rahmat (pertolongan)-Nya kepada kita sekalian di dunia dan di akhirat, amiin ya Robbal'alamiin.

Jumat, 22 Januari 2010

KONTAK PERSON (PENGURUS YAYASAN YANG DAPAT DIHUBUNGI):

1) Ali Sahbana, SH – HP: 08151651985
2) Maman Suherman, SE – HP: 085697166839
3) Suharna – HP: 085710336033
4) Akhmad Syaifudin – HP: 081318695608
5) Wawan - 021 26770288
6) Aba Kevin - 087871162602
7) Ayahanda Ridhwanullah - 085717737992



KEGIATAN-KEGIATAN YANG AKAN DIJALANKAN APABILA KESEMPATAN DAN DANANYA TELAH TERSEDIA SESUAI KEBUTUHANNYA:

a. Pelaksanaan Syi’ar dan Studi Banding Keagamaan

1. Dalam rangka syi’ar keagamaan direncanakan akan diadakan kegiatan Tabligh Akbar bekerjasama dengan mushola-mushola/masjid-masjid yang ada.

b. Pendirian dan Penyelenggaraan  seperti Taman Kanak-kanak Al-Qur’aan (TKA) dan Taman Pendidikan Al-Qur’aan (TPA) serta Kursus-kursus Keterampilan bagi anak-anak/ masyarakat kaum dhu'afa di lingkungan desa Cibeuteung Muara, Ciseeng Bogor.

1) Dalam rangka ikut serta membangun kompetensi Bangsa direncanakan akan diadakan pendirian dan penyelenggaraan Lembaga Pusat Kursus-kursus dengan memberikan keringanan biaya kursus bagi peserta dari masyarakat miskin antara lain: Program Kursus Satu Tahun ”Manajemen Bisnis Islami”, Program Kursus Akuntansi, Program Kursus Komputer, dan program-program kursus lainnya.

2) Dalam rangka ikut serta meletakkan dasar-dasar pembentukan anak-anak sholeh sejak usia dini direncanakan akan didirikan Taman Kanak-kanak Al-Qur’aan (TKA) dan Taman Pendidikan Al-Qur’aan (TPA).

c. Pembinaan Olah Raga

1) Dalam rangka ikut serta mengembangkan dan melestarikan budaya nasional, memperkuat ketahanan nasional, dan meningkatkan kesehatan masyarakat direncanakan akan didirikan perguruan beladiri pencak silat yang diberi nama Pencak Silat Seni Gerak, Nafas dan Dzikir ”Pusaka Ihsan-Taqwa IHSANIYAH”.

d. Pelestarian Alam/Lingkungan Hidup

1) Dalam ikut serta mendukung program penghijauan yang sedang digalakkan Pemerintah Republik Indonesia, Yayasan telah dan akan terus melaksanakan kegiatan Penanaman Sejuta Pohon Bermanfaat, seperti pohon buah-buahan dan pohon kayu.

e. Pemberian Bantuan Kepada Korban Bencana Alam, Tuna Wisma, Fakir Miskin, dan Gelandangan

1) Dalam rangka ikut serta mendukung program wajib belajar yang sedang digalakkan Pemerintah direncanakan akan diadakan kegiatan Pemberian Bantuan Beasiswa bagi Pelajar Putus Sekolah.

f. Studi Banding dan Penelitian di Bidang Ilmu Pengetahuan

1) Untuk mendukung seluruh kegiatan Yayasan Cahaya Ihsan-Taqwa ”Al-Ihsaniyah” direncanakan akan didirikan Unit Usaha PT Wahana Pustaka Ihsani Mandiri yang bertanggungjawab dalam kegiatan penerbitan, pencetakan dan pendistribusian buku-buku ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan ketauhidan dan kegiatan di bidang media audio-visual/rekaman.

g. Pendirian Rumah Sakit, Poliklinik dan Laboratorium

1) Untuk membantu masyarakat yang membutuhkan pengobatan dan penyembuhan alternatif direncanakan akan didirikan Klinik Pengobatan Alternatif dengan menggunakan Herbal dan Energi Prana yang diberi nama Klinik Pengobatan Herbal dan Energi Prana ”Pusaka Cahaya Ihsani”

h. Pendirian Sarana Ibadah dan Penyelenggaraan Pondok Pesantren

1) Untuk mendukung kegiatan Majelis Kajian Tasawuf, Institut Kajian Tasawuf, dan Lembaga Ketauhidan Paradigma Spiritual Pancasila Yayasan Cahaya Ihsan-Taqwa ”Al-Ihsaniyah” yang merupakan bahagian dari ibadah, yaitu menuntut ilmu ketauhidan dan tasawuf sebagai bagian dari agama Islam (tholab ’ilmi), direncanakan akan dibangun gedung-gedung sarana ibadah dimaksud.

2) Dalam jangka panjang direncanakan akan diadakan kegiatan pembangunan dan penyelenggaran pondok pesantren modern guna menghasilkan santriwan/santriwati yang berjiwa tauhid serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

PROGRAM KEGIATAN YAYASAN CAHAYA IHSAN-TAQWA “AL-IHSANIYAH”


KEGIATAN - KEGIATAN YANG SUDAH BERJALAN :
Pemberian dan peningkatan pemahaman dan pelajaran tentang Ilmu Ketuhanan (Tauhid) dan Tasawuf sebagai perangkat operasional dari salah satu pilar (tiang utama) bangunan ad-Dienul Islam, yaitu IHSAN, serta membentuk landasan yang kuat tentang pemahaman isi kandungan Al-Qur’aan secara mendalam yang melliputi kandungan makna tersirat (mutasyabihat) dan tersurat (muhkamat) kepada umat manusia yang memenuhi persyaratan, berminat dan membutuhkan melalui kegiatan-kegiatan: 

Majelis Ta’lim ”Al-Anwar Al-Ihsaniyah (Cahaya-cahaya Keihsanan)” 
menyelenggarakan :

Program Kajian Umum

§  Dzikir Agung “Kasyful Mahjub Al-Ihsaniyah” (Terapi Pembersih Qolbu) 
    Hari Minggu I, Pukul 10:00 – 12:00 WIB, di Tembok Panjang, Ciseeng, Bogor
Setiap hari Kamis, Pukul 19:30 – 21:30 WIB, di Kp. Areman, Kelapa Dua, Depok
Hari Sabtu (Minggu ke-IV),      Pukul  20:00 – 22:00 WIB, di Sawangan, Depok

§  Kajian Fiqih Tasawuf  “Ihya ‘Ulumuddiin”    
(Mengkaji Kitab-kitab Fiqih Tasawuf Karya Imam Al-Ghazali & Ulama Sufi lainnya) 
      Hari Minggu  I, Pukul 14:00 – 17:00 WIB, di Ciseeng, Bogor
      Hari Minggu II, Pukul 14:00 – 17:00 WIB, di Sawangan, Depok

§  Kajian Tasawuf  “Nuurun ala nuurin – Cahaya di atas cahaya”     
     (Mengkaji Kitab-kitab Tasawuf  Karya Para Ulama Sufi)                         
       Hari Minggu III, Pukul 14:00 – 17:00 WIB, di Sawangan, Depok

Program Kajian Khusus ”Al-Tazkiyyatun-Nafs – Pensucian diri-nafs ruhani”
(waktu dan tempat sesuai perjanjian/kesepakatan)

Bimbingan Bertasawuf  berpedoman Al-Qur’aan dan Sunnah Rasulullah SAW, tuntunan Nabi Besar Muhammad SAW di antaranya:Awwaluddiini ma’rifatullah”Awal-mula beragama adalah Mengenal Allah” dan Man arofah nafsahu, faqod arofah Robbahu“Siapa yang mengenal diri nafs-ruhaninya (ma’rifatun-nafs), maka ia akan mengenal Allah (ma’rifatullah)” (Al-Hadits):  (Bimbingan   Pra-Tawajuh / Pra-Mukasyafah   dan   Bimbingan Pasca-Tawajuh / Pasca-Mukasyafah)

Visi dan Misi Majelis Ta’lim ”Al-Anwar Al-Ihsaniyah”
Visi :
(1) wahana atau tempat bagi umat manusia yang fakir kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada azab Allah yang pedih, tekun beribadah kepada Allah demi mencari Wajah-Nya semata, serta berkehendak membentuk dirinya menjadi manusia Ihsan yang dikaruniai Allah dengan Nuur-Cahaya Iman dan memiliki karakter/nilai-nilai keihsanan yang digali dari Ilmu Ketuhanan (Tauhid) terutama yang terkandung di dalam budaya dan dasar pandangan hidup (falsafah) bangsa Indonesia sendiri yang merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia termasuk para Waliy Allah di Nusantara tercinta, yaitu spiritual Pancasila, di bawah naungan sinar-petunjuk Cahaya Al-Qur’aan dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, sehingga menjadi manusia Ihsan-Taqwa; dan
(2) wahana pemeliharaan dan peningkatan Nuur-Cahaya Iman (bertaqwa) bagi manusia Ihsan sehingga dikaruniai Allah dengan Nuur-Cahaya Ilmu, Nuur-Cahaya Ma’rifatullah, dan Nuur-Cahaya Hikmah dari sisi-Nya.
Misi :

1. Membuka dan memperluas wawasan kerohanian Islam (tasauwuf) bagi para penempuh jalan kerohanian   Islam (salikin).
“Janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya (di hadapan Allah).” (QS Al-Israa’ 17: 36).
“Dan mereka tiada mempunyai ilmu tentang itu, tiada yang mereka ikuti melainkan sangkaan/dugaan belaka, dan sesungguhnya sangkaan/dugaan itu tiada berguna sedikitpun terhadap kebenaran. Maka berpalinglah engkau dari orang yang berpaling dari peringatan (ayat-ayat) Kami dan dia tidak menghendaki kecuali kehidupan dunia belaka.” (QS An-Najm 53: 28-29).
“Tuntutlah ilmu dari buaian (tempat menimang bayi) hingga ke liang lahat” (sabda Nabi Besar Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari).


2. Membantu para penempuh jalan kerohanian Islam (salikin) dalam usahanya menemukan dan menghayati kehadiran Allah yang sangat didamba dan dirindukannya.
“Hai manusia, sesungguhnya engkau harus berusaha dengan sungguh-sungguh menuju kepada Tuhanmu, maka pasti engkau akan menemui-Nya.” (QS Al-Insyiqaaq 84: 6).
“Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (menemui) Allah pasti datang. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Ankabuut [29]: 5).
“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu Cahaya yang dengan Cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Hadiid 57: 28).
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu hijab (yang menutupi) mata (hati) kamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS Qaaf 50: 22).
“Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada Cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun dan Penyayang terhadapmu.” (QS Al-Hadiid 57” 9).
“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. … Allah menunjukkan kepada Cahaya-Nya barangsiapa yang Dia kehendaki.” (QS An-Nuur 24: 35).
Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan Cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.” (QS Al Hadiid 57: 19).
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk berserahdiri kepada Allah (muslimuun) lalu ia mendapat Cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat-ingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az-Zumar 39: 22).
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah (dzikrullah) dengan ingatan yang banyak, dan bertasbihlah kepada-Nya pagi dan petang. Dia-lah Yang melimpahkan rahmat kepada kamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan) untuk mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada Nuur-Cahaya Terang. Dan Dia adalah Maha Penyayang terhadap orang-orang beriman (mu’minuun). Penghormatan kepada mereka pada waktu mereka menemui-Nya ialah “Salaam”, dan Dia menyediakan bagi mereka pahala yang mulia.” (QS Al-Ahzaab 33: 41-44).

NILAI-NILAI SPIRITUAL PANCASILA




1) Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan “Bintang Kuning di di dalam Perisai Hitam”

• Dalam kajian tasawuf (spiritual/keruhanian Islam), Sila Pertama merupakan panggilan sekaligus peringatan Allah SWT kepada umat manusia untuk mencari wajah-Nya, mengenal-Nya (ma’rifatullah), menyembah dan mentauhidkan-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

“…Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena (tujuan) mencari wajah Allah.” (QS Al-baqarah 2: 272).

“Illabtighaa’a wajhi rabbihil a’la … Kecuali yang mengharap wajah Rabb-nya yang Mahatinggi” (QS Al-Lail 92 : 20). “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat 51: 56).

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qashash 28: 88).

“Siapa yang beramal demi pahala, niscaya akan letih dengan harapan. Siapa yang beramal karena takut siksa, niscaya akan letih dengan prasangka baik. Siapa yang beramal demi Wajah-Nya, niscaya tiada letih baginya.” (Imam An-Nifari).

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam ragu-ragu tentang menemui Tuhan mereka. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS Fushshilat 41: 54).

“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya (ma’rifatullah). Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS Al Hajj 22: 74).

”Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu (juga), diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al-Kahfi 18: 110).

”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah Al-Washilah kepada-Nya (untuk mendekatkan diri kepada-Nya), dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maa'idah 5: 35).

”Hai manusia, sesungguhnya kamu harus bekerja dengan sungguh-sungguh (setekun-tekunnya) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS Al Insyiqaaq 84: 6).

”Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat (ajal kematian) datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al An'aam 6: 31-32).

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Yunus 10: 7-8).

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur’aan yang lain dari ini atau gantilah dia." Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)." (QS Yunus 10: 15).

”Barangsiapa yang mengharap ingin menemui Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al 'Ankabuut 29: 5).

”Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Israa' 17: 72).

“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS Al Hajj 22: 46).

“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah akan menunjukkan (mengkaruniakan) Cahaya-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan (simbol-simbol/lambang-lambang) bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nuur 24: 35).

• Dalam kajian tasawuf, simbol ”Bintang bercahaya kuning” melambangkan insan Ihsan, yaitu manusia beriman yang sudah ditunjuki Allah SWT sehingga menemukan dan mengenal jatidirinya (ma’rifatun-nafs) dan pada akhirnya mengenal Tuhannya (ma’rifatullah) serta senantiasa ingat kepada-Nya (dzikrullah). Sedangkan Simbol ”Perisai bercahaya hitam” melambangkan ketinggian Ilmu Ketuhanan (Tauhid) yang dimiliki insan Ihsan sehingga dirinya senantiasa dalam perlindungan Allah di dunia dan di akhirat.



”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam (umat manusia) dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi (syahid)." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lupa terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS Al A'raaf 7: 172).

”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian (jasad)nya, dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh-Ku, maka tunduklah kamu (para malaikat) kepadanya dengan bersujud.” (QS Al Hijr 15: 29).

”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS Al Hasyr 59: 19).

”Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS At Taubah 9: 67).

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang akhirat adalah lupa. Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.” (QS Ar-Ruum 30: 7-8).

”Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah 2: 257).

• Dengan demikian, secara spiritual (keruhanian) Sila Pertama mengandung nilai-nilai ajaran ketauhidan dan kema’rifatan yang dimulai dengan proses mensucikan diri (al-tazkiyah an-nafs) dan mengenal diri (ma’rifatun-nafs) terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan mengenal Allah (ma’rifatullah). Hal ini sesuai sabda Nabi Besar Muhammad SAW kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib: “Awwaluddini ma’rifatullah … Awal-mula pertama beragama adalah mengenal Allah Yang wajib disembah terlebih dahulu.” Beliau SAW juga bersabda: “Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu, wa man arofa Robbahu faqod jahiilan nafsahu … Siapa mengenal diri maka ia akan mengenal Tuhannya, dan siapa mengenal Tuhannya maka ia akan mengenal kebodohan dirinya, bahwa dirinya penuh dengan kelemahan dan kekurangan, bahwa dirinya tidak memiliki daya-upaya dan kekuatan sedikitpun di hadapan Allah yang telah dikenalnya itu.” Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbit matahari. Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (memperisaikannya, membentenginya, melindunginya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka, syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (QS Ash Shaaffaat 37: 6-10).

“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS Al Mulk 67: 5).

”Demi langit yang mempunyai gugusan bintang,” (QS Al Buruuj 85: 1).

“Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang,” (QS At Takwiir 81: 15).

” Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang menyaksikan(nya),” (QS Al Hijr 15: 16).

”(lngatlah) ketika ia datang menemui Tuhannya dengan hati yang suci. (Ingatlah pula) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah itu? Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?" Lalu ia meluruskan pandangan sekali pandang ke bintang-bintang.” (QS Ash Shaaffaat 37: 91).

”Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Fushshilat 41: 12).

”Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya),” (QS An Nahl 16: 12).

” dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk (dari Allah).” (QS An Nahl 16: 16).

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS Al Furqaan 25: 61).

“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpi (penglihatan ruhani) kamu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) kamu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS Yusuf 12: 4-5).

“…barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk (langsung) kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At Taghaabun 64: 11).

• Dalam kajian tasawuf, “langit” bermakna tersirat ”ketuhanan” atau ”keruhanian”, dan “bintang” bermakna tersirat ”petunjuk Tuhan yang disampaikan-Nya ke dalam qolbu (diri-ruhani, nuurul-insan) hamba-Nya yang beriman.”

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab (Man) dilambangkan dengan “Rantai”

• Setelah manusia mengenal Allah (ma’rifatullah), ia mempunyai kewajiban untuk menjalankan syari’atullah dalam rangka menata dirinya lahir dan batin. Syari’atullah terdiri dari syari’at lahir (fiqih) untuk menata diri-jasadi dan syari’at batin (tasawuf) untuk menata diri-batini. Hal ini dilambangkan dengan ”Rantai dengan latar belakang Cahaya Merah”.

”Dan carilah dengan alat-kelengkapan yang telah dianugerahkan Allah kepada engkau Negeri Akhirat, dan (sesudah itu) janganlah engkau melupakan bagianmu di dunia, dan berbuat ihsanlah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu. Dan janganlah engkau berbuat bencana kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat bencana kerusakan.” (QS Al-Qashash 28: 77).

• Dalam kajian tasawuf, Simbol ”Rantai” memiliki makna spiritual (keruhanian), yaitu bahwa Sila Kedua mengandung nilai-nilai ajaran pengendalian diri, yaitu merantai hawa nafsu dan syahwat-jasadi manusia serta menghidupkan rasa, sikap dan akhlaq lapang dada, welas-asih (kasih-sayang), toleransi, dan solidaritas dalam berhubungan dengan sesama umat Tuhan dan makhluk Tuhan yang lainnya. Simbol ”Cahaya Merah” yang menjadi latar belakang dari simbol ”Rantai” memiliki makna spiritual (keruhanian) bahwa dengan melaksanakan nilai-nilai spiritual yang dimiliki simbol ”Rantai” maka umat manusia tidak akan terjerumus ke dalam jurang ”asfala safilin” (serendah-rendahnya makhluk) sebagai akibat mempertuhankan hawa nafsu yang menjadi biang penyebab kematian hati, akan tetapi akan naik dan melangit harkat martabat kemanusiaannya menjadi ”fi ahsani taqwim” (makhluk Tuhan yang paripurna) yang antara lain memiliki rasa peri kemanusiaan yang tinggi, sifat adil dan mengutamakan adab yang baik dan terpuji dalam berperilaku (akhlaq) yang merupakan bahagian dari Karakter Ihsan-Taqwa, sehingga dijadikan Allah sebagai pribadi yang teguh dalam memegang dan mengamalkan ajaran ketauhidan.

Allah SWT berfirman:

”Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al Qashash 28: 50).

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS An Najm 53: 23).

“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat rasul): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah (disebabkan mereka memperolok-olok rasul) dan mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS Muhammad 47: 16).

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan (ajal kematian, kiamat).” (QS Shaad 38: 26).

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al Maa'idah 5: 49).

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka (Al-Qur’aan) tetapi mereka berpaling dari kebanggaan (spiritual) itu.” (QS Al Mu'minuun 23: 71).

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya tersesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan (hijab) atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS Al Jaatsiyah 45: 23).

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya (hawa) nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS Yusuf 12: 53).

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan (mengendalikan) diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS An Naazi´aat 79: 40-41).

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak kelihatan oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Mulk 67: 12).

“Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur’aan), kami beriman kepadanya (karena mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga nafsunya diberi rahmat oleh Allah). Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.” (QS Al-Jin 72:13).

“Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam (mengurangi syahwat tidur) dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az Zumar 39: 9).

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’aan yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah (hati tidak dilalaikan hawa nafsu). Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin (guru) pun yang akan menunjuki.” (QS Az Zumar 39: 23).

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’aan dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan (syari’atullah) dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS Al Maa'idah 5: 48).

”dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Tuhan mereka.” (QS Al An'aam 6: 150).

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama tauhid ini) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah (kita) kembali." (QS Asy Syuura 42: 15).

”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS An Nisaa' 4: 135).

“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan (mengendalikan) diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (QS Ali 'Imran 3: 39).

3) Persatuan Indonesia dilambangkan dengan “Pohon Beringin dengan latar belakang Cahaya Putih”

• Dalam kajian tasawuf, ”Pohon Beringin dengan latar belakang cahaya putih” melambangkan:

(1) Pribadi Ihsan-Taqwa yang keberadaan dan kehadirannya membawakan visi dan misi ”rahmatan lil ’alamiin”, tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri akan tetapi juga bermanfaat bagi umat manusia dan makhluk Tuhan yang lainnya.

(2) Ukhuwah bashariyah (kerukunan/persaudaraan kaum sufi atau kaum Ihsan yang sudah ma’rifatullah), ukhuwah islamiyah (kerukunan/persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathoniyah (kerukunan/persaudaraan bangsa Indonesia), dan ukhuwah basyariyah (kerukunan/persaudaraan umat manusia) termasuk kerukunan antar umat beragama yang didasari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.

• Allah SWT berfirman:

”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrahim 14: 25).

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali 'Imran 3: 103).

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berjuang di jalan-Nya (bahu-membahu) dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS Ash Shaff 61: 2).


“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS Al Hijr 15: 47).

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al Hujuraat 49: 10).

“Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus 10: 19).

”Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang haqq, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS Al Baqarah 2: 213).

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia (dengan mudah) menjadikan kamu satu umat saja (umat mu’min), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS An Nahl 16: 93).

“Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang juru penyelamat.” (QS Asy-Syuura 42: 8).

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka (umat manusia) senantiasa berselisih pendapat (menjauhi kerukunan antar umat manusia),” (QS Huud 11: 118).

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al Baqarah 2: 62).

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar beriman dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al Maa'idah 5: 69).


4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, dilambangkan dengan “Kepala Banteng sedang memejamkan matanya”

Dalam kajian tasawuf, “Kepala Banteng sedang memejamkan matanya” melambang-kan:

• Pribadi Ihsan-Taqwa yang sedang melakukan tahanuts atau khalwat (manekung, pujasemedi, meditasi, tafakur), yaitu mengheningkan dirinya lahir dan batin guna memohon petunjuk Al-Hakim (Allah SWT) agar diberi hikmah-Nya dalam rangka mengambil suatu keputusan penting atau kebijaksanaan yang menyangkut hajat hidup dirinya lahir dan batin, dan atau yang menyangkut hajat hidup orang banyak dalam suatu forum permusyawaratan para wakil komunitas umat manusia tertentu yang diwakilinya


• Sistem pengambilan keputusan yang dilaksanakan oleh komunitas ukhuwah bashariyah (kerukunan/persaudaraan kaum sufi atau kaum Ihsan yang sudah ma’rifatullah), ukhuwah islamiyah (kerukunan/persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathoniyah (kerukunan/persaudaraan bangsa Indonesia), dan ukhuwah basyariyah (kerukunan/persaudaraan umat manusia) dalam menetapkan kebijaksanaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang didasarkan tidak hanya pada kejeniusan intelektual menganalisis kondisi eobyektif yang ada, akan tetapi didasarkan pula pada kebeningan hati (kecerdasan emosi), hikmah yang diperoleh dari petunjuk Al-Hakim yang diterima oleh qolbu (kecerdasan spiritual), di mana sinergi dari ketiga hal yang dijadikan dasar tersebut akan dapat melahirkan tindakan pengambilan keputusan/penetapan kebijaksanaan yang tepat dan memuaskan semua anggota komunitas (kecerdasan bertindak).

5) Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dilambangkan dengan “Padi dan Kapas”

6) Makna urut-urutan di dalam prisai dari sila kesatu ke sila-sila yang lainnya adalah berputar berlawanan arah dengan jarum jam

GAMBAR LOGO YAYASAN



MAKNA GAMBAR LOGO YAYASAN

1) SEGI EMPAT

Merupakan simbol dari diri-jasad (jasmani) manusia.

2) CAHAYA MERAH MUDA

a. Cahaya = dimaksudkan di sini adalah Cahaya Allah SWT yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia Ihsan (insan Ihsan) sehingga ia mengenal Allah SWT dengan Iman-Cahaya (QS Asy-Syuura 42: 52; QS An-Nuur 24: 35; QS Az-Zumar 39: 22; QS An-Nisaa’ 4:174-175), yang dengan petunjuk Cahaya Allah SWT itu ia pun melakukan mujahadah (perjuangan) dalam rangka berhijrah pada Jalan Allah SWT dengan meningkatkan kualitas dirinya lahir dan batin sehingga mencapai kedudukan Ihsan-Taqwa pada sisi Allah SWT Subhanahu Wa Ta'ala. Sebab sesungguhnya dalam pandangan Allah SWT, manusia Ihsan terbaik adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya (Ihsan-Taqwa, QS Al Hujuraat 49: 13).

b. Manusia Ihsan (Insan Ihsan) = hamba Allah SWT yang mengenal Allah SWT (ma’rifatullah) sehingga beriman dengan Iman-Cahaya dan senantiasa berserahdiri kepada Allah SWT dalam setiap aspek kehidupannya lahir dan batin dengan mujahadah (perjuangan) menegakkan ketaqwaan ke dalam (amal-sholeh) dan ketaqwaan keluar (amal-kebajikan) dirinya demi berhijrah pada keridhoan-Nya semata (QS An-Nisaa’ 4: 125).

c. Ihsan-Taqwa = manusia Ihsan berkarakter keihsanan (al-ihsaniyah) yang teguh pendiriannya pada Jalan Allah SWT (Shirat al-Mustaqiem) dan tetap istiqomah dalam keberserahdiriannya kepada Allah SWT dalam setiap aspek kehidupannya lahir dan batin dengan memelihara ketaqwaan lahir dan ketaqwaan batin kepada Allah SWT demi ridho-Nya semata (QS Yunus 10: 62-63).

d. Cahaya Merah Muda =

(1) Merupakan simbol dari diri-jasad (jasmani) manusia yang sudah tunduk berserah diri kepada Allah SWT (muslimuun) dan berusaha mengikuti teladan Rasulullah Muhammad SAW dengan menjalankan syari’atullah, yaitu melaksanakan kebenaran sejati (al-Haqq) dan meninggalkan kepalsuan (al-bathil); selain itu juga

(2) Merupakan simbol dari pribadi Ihsan-Taqwa, yang hakikatnya adalah diri-nafs (jiwa) manusia yang telah mengenal Allah SWT (ma’rifatullah) dan telah berkembang melampaui diri-nafs (jiwa) al-muthma’innah pada lapis langit nafs ke-4 menjadi diri-nafs ar-radhiyah pada lapis langit nafs ke-5, atau diri-nafs al-mardhiyah pada lapis langit nafs ke-6, atau diri-nafs al-kamilah pada lapis langit nafs puncak ke-7, serta dikaruniai Allah SWT dengan Cahaya Ar-Rahman dan Cahaya Ar-Rahim-Nya sehingga qolbunya dipenuhi rasa cinta Allah SWT (mahabbatullah) yang bias pancarannya melahirkan rasa dan akhlaq welas-asih atau kasih-sayang terhadap sesama umat Tuhan dan makhluk Tuhan yang lainnya (budi pekerti luhur).

Kaum sufi membagi evolusi diri-nafs manusia ke dalam 7 (tujuh) tahap perkembangan secara bertingkat-tingkat yang sering disebut sebagai tujuh lapis langit diri-nafs atau tujuh lapis langit keruhanian, yaitu: (1) an-nafs al-ammarah; (2) an-nafs al-lawwamah; (3) an-nafs al-mulhamah; (4) an-nafs al-muthma’innah; (5) an-nafs ar-radhiyah’ (6) an-nafs al-mardhiyah; dan (7) an-nafs al-kamilah. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:

”dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy Syams 91: 5-10).

”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).” (QS Al-Mu’minuun 23:17).

”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” (QS Nuh 71: 15).

“dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh,” (QS An Naba' 78: 12).

”Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” (QS Fushshilat 41: 12).



“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Baqarah 2: 29).

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.” (QS Al Israa' 17: 44).

“Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy (Singgasana) yang besar?" (Al Mu'minuun 23: 86).

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS Ath Thalaaq 65: 12).

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.” (QS Al Mulk 67: 3).

3) GAMBAR MATA

Merupakan simbol dari diri-ruhani (nuur al-insan) yang ditiupkan Allah SWT ke dalam diri-jasad manusia. Allah SWT berfirman:



”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian (jasad)nya, dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS Al Hijr 15: 29).

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya Ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS As-Sajdah 32: 9).

4) BINGKAI CAHAYA JINGGA PADA GAMBAR MATA

Merupakan kemampuan Kun faya Kun Allah SWT yang terkandung di dalam al-asmaul-husna-Nya yang beberapa di antaranya dikaruniakan Allah SWT kepada Ihsan-Taqwa. Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah petikan dari Do’a Nuurun Nubuwwah:

”wa mustajaabu Luqmanil-Hakiimi wa waritsa Sulaimaanu Daawuda ‘alaihis salaamu Al-Waduudu Dzul ‘Arsyi Al-Majiidu.”

Makna petikan Do’a Nuurun Nubuwwah tersebut adalah sebagai berikut:

”Allah-lah Yang mengabulkan do’a Luqman sang pewaris Al-Hakim, yaitu kemampuan Ilahiyah berupa ke’arifan dan kecerdasan spiritual untuk memahami hikmah-hikmah ketuhanan, dan Allah-lah Yang mewariskan kepada Sulaiman putera Daud a.s. dengan Al-Waduudu, yaitu kemampuan Ilahiyah untuk memperbaiki keadaan bumi – baik bumi-diri maupun bumi-jagad – sebagai khalifah Allah Pemilik Singgasana Yang Agung, dan dengan Al-Majiidu, yaitu kemampuan Ilahiyah untuk dapat berbuat apa yang diinginkan dengan izin Allah”.

5) CAHAYA HIJAU

Merupakan simbol dari Nuur Muhammad, yaitu Utusan Allah SWT dalam diri-ruhani manusia yang ditugaskan Allah SWT untuk membimbing dan menguatkan diri-ruhani (nuur al-insan) manusia. Allah SWT berfirman:

”Dan ketahuilah olehmu bahwa di dalam kamu ada Rasulullah (Nuur Muhammad). Kalau dia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan (yang tidak diridhoi Allah) benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,” (QS Al Hujuraat 49: 7).

”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang (manusia) laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah (Utusan Allah) dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Ahzab 33: 40).

6) BINGKAI CAHAYA UNGU PADA PANCARAN CAHAYA KUNING

Merupakan simbol dari ketajaman mata hati dengan kemampuan penglihatan ruhaniyahnya yang dikaruniakan Allah SWT kepada hamba-Nya yang Ihsan sehingga hamba-Nya itu wushul (sampai kepada Allah), menemui Allah (liqa’ Allah), dan menjadi hamba yang menyaksikan kehadiran Allah SWT (musyahadah) dan mengenal-Nya (ma’rifatullah) dengan itsbatul-yakin, yakni keyakinan mutlak berdasarkan pembuktian ruhaniyah pada tataran ma’rifat. Berikut ini disampaikan beberapa firman Allah dan hadist Nabi Besar Muhammad SAW.

”Hai manusia, sesungguhnya kamu harus bekerja dengan sungguh-sungguh (setekun-tekunnya) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS Al Insyiqaaq 84: 6).

”Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat (ajal kematian) datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al An'aam 6: 31-32).

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Yunus 10: 7-8).

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur’aan yang lain dari ini atau gantilah dia." Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)." (QS Yunus 10: 15).

”Barangsiapa yang mengharap ingin menemui Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al 'Ankabuut 29: 5).

”Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Israa' 17: 72).

“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS Al Hajj 22: 46).

“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah akan menunjukkan (mengkaruniakan) Cahaya-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan (simbol-simbol/lambang-lambang) bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nuur 24: 35).

”Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi Allah (syahidin)." (QS Ali 'Imran : 53).

“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Matikanlah dirimu (untuk mati syahid) atau keluarlah kamu dari kampung (jasad)mu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran (tentang mati syahid) yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),” (An-Nisaa' 4: 66)

“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu meninggalkan rumah (jasad)mu dengan kebenaran padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya,” (Al-Anfaal [8]: 5).

”mautu qobla anta mautu ... matilah (selagi hidup) sebelum mati (yang sesungguhnya atau meninggal dunia).” (Hadits).

”Sholat (menghadapkan wajah diri kepada wajah Allah, menemui Allah)-lah engkau sebelum disholatkan (meninggal dunia).” (Hadits).

“Katakanlah: "Jika kamu (berkeyakinan bahwa) kampung akhirat (syurga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematianmu (untuk mati syahid), jika kamu memang benar.” (QS Al Baqarah 2: 94)

”Katakanlah: “Malaikat maut yang telah diserahi untuk kamu akan mematikan kamu (untuk mati syahid); kemudian itu, kamu dikembalikan kepada Tuhan (menemui-Nya).” (QS As-Sajdah 32: 11).

“Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat-malaikat (untuk mati syahid) dalam keadaan yang baik (tidak apa-apa). Malaikat-malaikat berkata: “Selamat untuk kamu! Masuklah ke dalam syurga dikarenakan amal-perbuatan yang telah kamu kerjakan.” (QS An-Nahl 16: 32).

”Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah Diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat Aku, akan tetapi memandanglah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) nanti kamu dapat melihat Aku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan (fana’ billah). Maka setelah Musa sadar akan dirinya (bangun dari pingsannya), ia mengatakan: Maha Suci Engkau! Aku kembali kepada Engkau (menemui Allah, hakikat Idul-Fithri; Id = kembali, Al-Fithri = Al-Fathir = Sang Pencipta), dan aku adalah orang yang baru mula-pertama beriman.” (QS Al-A’raaf 7: 143).

”Dan (ingatlah), ketika kamu (murid-murid Musa) berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman (percaya) kepada kamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar (kilat cahaya terang), sedang kamu menyaksikan-Nya. Setelah itu Kami bangkit (bangun)kan kamu sesudah kamu mati (syahid), supaya kamu bersyukur (kepada Allah atas karunia-Nya itu).” (QS Al-Baqarah 2: 55-56).

”Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapi (mengalami)nya; (sekarang) sungguh kamu telah melihat-Nya dan kamu menyaksikan-Nya.” (QS Ali 'Imran 3: 143).

”(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: "Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?." Isa menjawab: "Bertaqwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman." Mereka berkata: "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu." Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezeki (dari langit)lah kami, dan Engkaulah pemberi rezki Yang Paling Utama." Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan (dari langit) itu kepadamu, barangsiapa yang kafir (tidak mengimani, mundur ke belakang) di antaramu sesudah (turun hidangan langit itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia." (QS Al Maa'idah 5: 112-115).

”Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (ingatlah) Allah, ingat yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada Cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mu’min itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (QS Al-Ahzab 33: 41-44).

“Dan barangsiapa yang dibiarkan tersesat (karena mengikuti hawa nafsunya) oleh Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pemimpin (guru) pun yang akan menunjuki.” (QS Az-Zumar 39: 23).

“… barangsiapa yang dibiarkan-Nya tersesat (karena mengikuti hawa nafsunya), maka kamu tidak akan mendapatkan satu orang waliy-mursyid (guru-mursyid) pun yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang tersesat itu.” (QS Al-Kahfi 18: 17).

”Lalu keduanya (jiwa-raga yang telah bersinergi dalam mencari wajah Allah) bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya suatu ilmu dari sisi Kami (mil ladunna ’ilmaa, yakni ilmu ma’rifatullah).” (QS Al-Kahfi 18: 65).

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu hijab/tutupan (yang menutupi) mata (hati) kamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS Qaaf 50: 22).

“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan Cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.” (QS Al Hadiid 57: 19).

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk berserahdiri kepada Allah (muslimuun) lalu ia mendapat Cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat-ingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az-Zumar 39: 22).

7) PANCARAN CAHAYA KUNING

Merupakan simbol dari diri-ruhani (nuur al-insaan) yang telah tersingkap tirai kegelapan hatinya atau hijab qolbunya (al-mukasyafah) dengan izin dan rahmat Allah SWT semata sehingga memperoleh pencerahan ruhaniyah, yakni menemui Allah SWT (liqa’ Allah SWT), menyaksikan kehadiran Allah SWT di dalam dirinya (al-musyahadah), mengenal Allah SWT (ma’rifatullah), dan selanjutnya menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah SWT (al-muqarabuun). Allah SWT berfirman:

”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,” (QS Qoof 50: 16).

”Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS Al Qiyaamah 75: 23).

”Hai manusia, sungguh telah datang kepada kamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu Cahaya yang terang-benderang. Adapun mereka yang beriman kepada Allah dan berpegangteguh kepada (agama)-Nya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat dan karunia-Nya dan menunjuki mereka jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” (QS An-Nisaa’ 4: 174-175).

8) BULATAN HITAM BERTULISKAN LAFADZ ”ALLAH” DILINGKARI CAHAYA KUNING YANG MEMANCARKAN CAHAYA PUTIH

Merupakan simbol dari ”Wajah Allah SWT”, ialah Cahaya Allah SWT (Nuurullah, Nuurun ala nuurin), yang telah ditemui, disaksikan, diketahui dan dikenal dengan baik oleh hamba-Nya yang Ihsan. Cahaya Allah SWT adalah pusat dari segala sesuatu, serta meliputi segala sesuatu di langit dan di bumi. Allah SWT berfirman:

”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (kehendak)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah 2: 186).

”Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat." (QS Thaahaa 20: 46).

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Hadiid 57: 4).

” Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah 2:115).



“Inni wajjahtu wajhiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal ‘arldo haniifam-muslimaw-wamaa ana minal-musyrikin. Innash-sholaatii wanusukii wamah-yaaya wamamaatii lillaahi Robbal’aalamiin. Laa syarikalahuu wabi-dzaalika umirtu wa ana minal-muslimiin … Sesungguhnya aku menghadapkan wajah (diri-ruhani, nuurul-insan, qolbu)-ku kepada wajah Cahaya Dzat Yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus-langsung dan tunduk berserahdiri, dan tiadalah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan selain-Nya. Sesungguhnya sholatku, bhakti-pengabdianku, hidupku dan matiku hanyalah teruntuk bagi Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, demikian yang diperintahkan-Nya kepadaku, dan aku termasuk kaum yang berserahdiri kepada Allah.” (petikan Do’a Iftitah).

“…Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena (tujuan) mencari wajah Allah.” (QS Al-baqarah 2: 272).

”Dan orang-orang yang sabar karena mencari wajah Tuhannya, mendirikan sholat, dan menafkahkan (membelanjakan) sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka, secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS Ar-Ra’d 13: 22).

”Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari wajah Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS Ar-Ruum 30: 38).

”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mengharapkan wajah Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (QS Ar-Ruum 30: 39).

”Dan tetap kekal-abadi wajah Tuhanmu Yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS Ar-Rahman 55: 27).

“Illabtighaa’a wajhi rabbihil a’la … Kecuali yang mengharap wajah Rabb-nya yang Mahatinggi” (QS Al-Lail 92 : 20)

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qashash 28: 88).

“Siapa yang beramal demi pahala, niscaya akan letih dengan harapan. Siapa yang beramal karena takut siksa, niscaya akan letih dengan prasangka baik. Siapa yang beramal demi Wajah-Nya, niscaya tiada letih baginya.” (Imam An-Nifari).

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam ragu-ragu tentang menemui Tuhan mereka. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS Fushshilat 41: 54).



“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya (ma’rifatullah). Sesungguh-nya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS Al Hajj 22: 74).

”Innallaha yuhibbul-muhsiniin … sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Ihsan.” (QS Al Baqarah 2: 195).

Tentang Ihsan ini Nabi Besar Muhammad SAW bersabda:

”Anta’budAllah ka annaka taraah, fa’illam takun taraah, fa’innahu yaraaka ... Hendaklah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, namun apabila engkau tidak melihat Allah, maka Dia melihatmu.”

”Dari Abu Darda`, Nabi Saw bersabda “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam mizan (timbangan kebajikan pada hari kiamat) selain dari husnul khuluq (akhlak yang Ihsan).” (H.R. Abu Daud 4799 dan Tirmizi 2002 - Hadits hasan shahih).

Pengertian tentang Ihsan ini diterangkan secara agak panjang-lebar oleh Herry Mardian dari Yayasan Tasawuf Paramartha sebagai berikut:

”Ihsan kualitas yang pertama, adalah sebuah kualitas pengabdian seperti ketika kita telah melihat-Nya. Sedangkan ihsan kualitas yang kedua, adalah sekualitas ketika kita telah merasakan sepenuhnya bahwa Dia melihat kita, meskipun kita tidak (belum) melihat-Nya. Jika kita telah melihat-Nya, mana bisa kita tidak mencintai-Nya? Mana bisa kita tidak takjub kepada-Nya? Mana bisa kita tidak rindu kepada-Nya, tidak ingin tunduk kepada-Nya? Dia yang tak terbatas, Mahaindah, Mahatinggi, Mahapengasih, Mahapenyayang. Mana bisa kita tidak takjub kepada-Nya dan tidak mencintai-Nya, jika sudah mengenal-Nya? Bayangkan, bagaimana kira-kira kualitas pengabdian dari seseorang yang sudah merasa takjub kepada-Nya. Itu Ihsan dalam kualitasnya yang pertama. Kalau pun kita belum melihat-Nya, ihsan kualitas kedua adalah ketika dalam setiap nafas kita, setiap saat, sepanjang jasad ini masih bernafas dan jantung masih berdetak, tidak sesaat pun diri kita pernah lepas dari kesadaran bahwa Dia melihat kita. Kesadaran yang tidak pernah putus, biar kita sedang dalam saat orgasme sekalipun. Kita ‘tenggelam’ dalam sebuah pemahaman bahwa kita ada dalam pengawasan-Nya, penjagaan-Nya, perlindungan-Nya, tuntunan-Nya. Padahal Dia adalah dzat yang tidak mengantuk, tidak tidur, dan tidak lalai. Nah, seseorang dengan kualitas ihsan yang seperti ini, masih mungkinkah dia bermaksiat? Masih mungkinkah dia berkeluh kesah, tidak bersyukur? Mana bisa dia bertindak tidak santun dan sembarangan? Apa bisa orang yang sudah ada dalam penjagaan-Nya dan perlindungan-Nya sepenuhnya seperti ini, menjadi murung dan tidak bahagia? Kira-kira, bagaimana akhlaq dari orang yang ada di ihsan kualitas kedua ini? Jadi kenapa Allah mencintai para Al-Muhsiniin, seperti disebut di Al-Baqarah [2] : 195 tadi? Jelas, karena mereka memiliki kualitas pengabdian yang seperti itu, lebih dari sekedar ‘orang baik’ atau ’suka berbuat baik’. Dan, Ihsan atau hasan lebih dari sekedar khair (baik). Sekarang pun lebih jelas makna hadits dari Abu Daud dan Tirmidzi tadi, bahwa ‘tidak ada yang lebih berat dalam mizan, selain husnul-khuluq (akhlaq yang ihsan)’. Tentu saja, karena husnul-khuluq adalah akhlaq yang terbangun dalam diri seseorang karena seseorang melihat-Nya, atau setidaknya akhlaq yang terbangun adalah karena dia telah sepenuhnya ‘tenggelam’ dalam kesadaran bahwa Allah melihatnya. Husnul-khuluq bukan sekedar ‘akhlaq yang baik’.” (Sumber: http://suluk.blogsome.com/2006/10/13/pengertian-ihsan/)
Seorang Sufi Agung yang hidup antara tahun 830 – 910 Masehi di Baghdad, yaitu Junaid Al-Baghdadi, memberikan ta’wil atas firman Allah SWT berikut ini:

“Dan orang-orang yang berjihad dalam Kami, sungguh, akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah bersama para Al-Muhsiniin (mereka yang Ihsan)” (QS Al-Ankabut 29: 69).
“Ayat itu bermakna, ‘mereka yang berjuang melawan hawa nafsunya dan bertaubat sungguh-sungguh hanya demi Kami, pastilah akan Kami tuntun mereka pada jalan-jalan yang menyampaikan mereka pada kebenaran sejati (Al-Haqq). Sesungguhnya tak seorang pun mampu berjuang melawan musuh yang ada di luar dirinya kecuali jika ia pun berjuang melawan musuh-musuh yang ada dalam dirinya. Maka, siapapun yang dianugerahi kemenangan atas apa-apa yang ada di dalam dirinya, ia pasti akan menang atas lawan-lawannya. Dan siapapun yang dikalahkan oleh apa-apa yang ada di dalam dirinya, musuh-musuhnya pun pasti akan mengalahkannya.”.

9) TULISAN ”YAYASAN CAHAYA IHSAN-TAQWA ”AL-IHSANIYAH””

Yayasan Cahaya Ihsan-Taqwa “Al-Ihsaniyah” = dimaksudkan di sini adalah sebagai:


(1) Wahana bagi umat manusia yang membutuhkan, memenuhi persyaratan, dan berminat dalam menemukan hakikat kebenaran Al-Qur’aan sebagai pedoman hidup manusia;


(2) Wahana pembentukan manusia Ihsan yang memiliki karakter/nilai-nilai keihsanan yang digali dari Ilmu Ketuhanan (Tauhid) terutama yang terkandung di dalam budaya dan dasar pandangan hidup (falsafah) bangsa Indonesia sendiri yang merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia termasuk para Wali Allah di Nusantara tercinta, yaitu Pancasila, di bawah naungan sinar-petunjuk Cahaya Al-Qur’aan dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, sehingga menjadi manusia Ihsan-Taqwa.


(3) Wahana mewujudkan karakter/nilai-nilai keihsanan tersebut ke dalam bentuk amal-ibadah sosial dan kemanusiaan.


10) MOTTO YAYASAN CAHAYA IHSAN-TAQWA ”AL-IHSANIYAH”:

”Habis gelap terbitlah Cahaya Terang”