Jumat, 22 Januari 2010

GAMBAR LOGO YAYASAN



MAKNA GAMBAR LOGO YAYASAN

1) SEGI EMPAT

Merupakan simbol dari diri-jasad (jasmani) manusia.

2) CAHAYA MERAH MUDA

a. Cahaya = dimaksudkan di sini adalah Cahaya Allah SWT yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia Ihsan (insan Ihsan) sehingga ia mengenal Allah SWT dengan Iman-Cahaya (QS Asy-Syuura 42: 52; QS An-Nuur 24: 35; QS Az-Zumar 39: 22; QS An-Nisaa’ 4:174-175), yang dengan petunjuk Cahaya Allah SWT itu ia pun melakukan mujahadah (perjuangan) dalam rangka berhijrah pada Jalan Allah SWT dengan meningkatkan kualitas dirinya lahir dan batin sehingga mencapai kedudukan Ihsan-Taqwa pada sisi Allah SWT Subhanahu Wa Ta'ala. Sebab sesungguhnya dalam pandangan Allah SWT, manusia Ihsan terbaik adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya (Ihsan-Taqwa, QS Al Hujuraat 49: 13).

b. Manusia Ihsan (Insan Ihsan) = hamba Allah SWT yang mengenal Allah SWT (ma’rifatullah) sehingga beriman dengan Iman-Cahaya dan senantiasa berserahdiri kepada Allah SWT dalam setiap aspek kehidupannya lahir dan batin dengan mujahadah (perjuangan) menegakkan ketaqwaan ke dalam (amal-sholeh) dan ketaqwaan keluar (amal-kebajikan) dirinya demi berhijrah pada keridhoan-Nya semata (QS An-Nisaa’ 4: 125).

c. Ihsan-Taqwa = manusia Ihsan berkarakter keihsanan (al-ihsaniyah) yang teguh pendiriannya pada Jalan Allah SWT (Shirat al-Mustaqiem) dan tetap istiqomah dalam keberserahdiriannya kepada Allah SWT dalam setiap aspek kehidupannya lahir dan batin dengan memelihara ketaqwaan lahir dan ketaqwaan batin kepada Allah SWT demi ridho-Nya semata (QS Yunus 10: 62-63).

d. Cahaya Merah Muda =

(1) Merupakan simbol dari diri-jasad (jasmani) manusia yang sudah tunduk berserah diri kepada Allah SWT (muslimuun) dan berusaha mengikuti teladan Rasulullah Muhammad SAW dengan menjalankan syari’atullah, yaitu melaksanakan kebenaran sejati (al-Haqq) dan meninggalkan kepalsuan (al-bathil); selain itu juga

(2) Merupakan simbol dari pribadi Ihsan-Taqwa, yang hakikatnya adalah diri-nafs (jiwa) manusia yang telah mengenal Allah SWT (ma’rifatullah) dan telah berkembang melampaui diri-nafs (jiwa) al-muthma’innah pada lapis langit nafs ke-4 menjadi diri-nafs ar-radhiyah pada lapis langit nafs ke-5, atau diri-nafs al-mardhiyah pada lapis langit nafs ke-6, atau diri-nafs al-kamilah pada lapis langit nafs puncak ke-7, serta dikaruniai Allah SWT dengan Cahaya Ar-Rahman dan Cahaya Ar-Rahim-Nya sehingga qolbunya dipenuhi rasa cinta Allah SWT (mahabbatullah) yang bias pancarannya melahirkan rasa dan akhlaq welas-asih atau kasih-sayang terhadap sesama umat Tuhan dan makhluk Tuhan yang lainnya (budi pekerti luhur).

Kaum sufi membagi evolusi diri-nafs manusia ke dalam 7 (tujuh) tahap perkembangan secara bertingkat-tingkat yang sering disebut sebagai tujuh lapis langit diri-nafs atau tujuh lapis langit keruhanian, yaitu: (1) an-nafs al-ammarah; (2) an-nafs al-lawwamah; (3) an-nafs al-mulhamah; (4) an-nafs al-muthma’innah; (5) an-nafs ar-radhiyah’ (6) an-nafs al-mardhiyah; dan (7) an-nafs al-kamilah. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:

”dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy Syams 91: 5-10).

”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).” (QS Al-Mu’minuun 23:17).

”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” (QS Nuh 71: 15).

“dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh,” (QS An Naba' 78: 12).

”Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” (QS Fushshilat 41: 12).



“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Baqarah 2: 29).

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.” (QS Al Israa' 17: 44).

“Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy (Singgasana) yang besar?" (Al Mu'minuun 23: 86).

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS Ath Thalaaq 65: 12).

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.” (QS Al Mulk 67: 3).

3) GAMBAR MATA

Merupakan simbol dari diri-ruhani (nuur al-insan) yang ditiupkan Allah SWT ke dalam diri-jasad manusia. Allah SWT berfirman:



”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian (jasad)nya, dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS Al Hijr 15: 29).

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya Ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS As-Sajdah 32: 9).

4) BINGKAI CAHAYA JINGGA PADA GAMBAR MATA

Merupakan kemampuan Kun faya Kun Allah SWT yang terkandung di dalam al-asmaul-husna-Nya yang beberapa di antaranya dikaruniakan Allah SWT kepada Ihsan-Taqwa. Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah petikan dari Do’a Nuurun Nubuwwah:

”wa mustajaabu Luqmanil-Hakiimi wa waritsa Sulaimaanu Daawuda ‘alaihis salaamu Al-Waduudu Dzul ‘Arsyi Al-Majiidu.”

Makna petikan Do’a Nuurun Nubuwwah tersebut adalah sebagai berikut:

”Allah-lah Yang mengabulkan do’a Luqman sang pewaris Al-Hakim, yaitu kemampuan Ilahiyah berupa ke’arifan dan kecerdasan spiritual untuk memahami hikmah-hikmah ketuhanan, dan Allah-lah Yang mewariskan kepada Sulaiman putera Daud a.s. dengan Al-Waduudu, yaitu kemampuan Ilahiyah untuk memperbaiki keadaan bumi – baik bumi-diri maupun bumi-jagad – sebagai khalifah Allah Pemilik Singgasana Yang Agung, dan dengan Al-Majiidu, yaitu kemampuan Ilahiyah untuk dapat berbuat apa yang diinginkan dengan izin Allah”.

5) CAHAYA HIJAU

Merupakan simbol dari Nuur Muhammad, yaitu Utusan Allah SWT dalam diri-ruhani manusia yang ditugaskan Allah SWT untuk membimbing dan menguatkan diri-ruhani (nuur al-insan) manusia. Allah SWT berfirman:

”Dan ketahuilah olehmu bahwa di dalam kamu ada Rasulullah (Nuur Muhammad). Kalau dia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan (yang tidak diridhoi Allah) benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,” (QS Al Hujuraat 49: 7).

”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang (manusia) laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah (Utusan Allah) dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Ahzab 33: 40).

6) BINGKAI CAHAYA UNGU PADA PANCARAN CAHAYA KUNING

Merupakan simbol dari ketajaman mata hati dengan kemampuan penglihatan ruhaniyahnya yang dikaruniakan Allah SWT kepada hamba-Nya yang Ihsan sehingga hamba-Nya itu wushul (sampai kepada Allah), menemui Allah (liqa’ Allah), dan menjadi hamba yang menyaksikan kehadiran Allah SWT (musyahadah) dan mengenal-Nya (ma’rifatullah) dengan itsbatul-yakin, yakni keyakinan mutlak berdasarkan pembuktian ruhaniyah pada tataran ma’rifat. Berikut ini disampaikan beberapa firman Allah dan hadist Nabi Besar Muhammad SAW.

”Hai manusia, sesungguhnya kamu harus bekerja dengan sungguh-sungguh (setekun-tekunnya) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS Al Insyiqaaq 84: 6).

”Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat (ajal kematian) datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al An'aam 6: 31-32).

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Yunus 10: 7-8).

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur’aan yang lain dari ini atau gantilah dia." Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)." (QS Yunus 10: 15).

”Barangsiapa yang mengharap ingin menemui Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al 'Ankabuut 29: 5).

”Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Israa' 17: 72).

“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS Al Hajj 22: 46).

“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah akan menunjukkan (mengkaruniakan) Cahaya-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan (simbol-simbol/lambang-lambang) bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nuur 24: 35).

”Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi Allah (syahidin)." (QS Ali 'Imran : 53).

“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Matikanlah dirimu (untuk mati syahid) atau keluarlah kamu dari kampung (jasad)mu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran (tentang mati syahid) yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),” (An-Nisaa' 4: 66)

“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu meninggalkan rumah (jasad)mu dengan kebenaran padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya,” (Al-Anfaal [8]: 5).

”mautu qobla anta mautu ... matilah (selagi hidup) sebelum mati (yang sesungguhnya atau meninggal dunia).” (Hadits).

”Sholat (menghadapkan wajah diri kepada wajah Allah, menemui Allah)-lah engkau sebelum disholatkan (meninggal dunia).” (Hadits).

“Katakanlah: "Jika kamu (berkeyakinan bahwa) kampung akhirat (syurga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematianmu (untuk mati syahid), jika kamu memang benar.” (QS Al Baqarah 2: 94)

”Katakanlah: “Malaikat maut yang telah diserahi untuk kamu akan mematikan kamu (untuk mati syahid); kemudian itu, kamu dikembalikan kepada Tuhan (menemui-Nya).” (QS As-Sajdah 32: 11).

“Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat-malaikat (untuk mati syahid) dalam keadaan yang baik (tidak apa-apa). Malaikat-malaikat berkata: “Selamat untuk kamu! Masuklah ke dalam syurga dikarenakan amal-perbuatan yang telah kamu kerjakan.” (QS An-Nahl 16: 32).

”Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah Diri Engkau kepadaku agar aku dapat melihat Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat Aku, akan tetapi memandanglah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) nanti kamu dapat melihat Aku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan (fana’ billah). Maka setelah Musa sadar akan dirinya (bangun dari pingsannya), ia mengatakan: Maha Suci Engkau! Aku kembali kepada Engkau (menemui Allah, hakikat Idul-Fithri; Id = kembali, Al-Fithri = Al-Fathir = Sang Pencipta), dan aku adalah orang yang baru mula-pertama beriman.” (QS Al-A’raaf 7: 143).

”Dan (ingatlah), ketika kamu (murid-murid Musa) berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman (percaya) kepada kamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar (kilat cahaya terang), sedang kamu menyaksikan-Nya. Setelah itu Kami bangkit (bangun)kan kamu sesudah kamu mati (syahid), supaya kamu bersyukur (kepada Allah atas karunia-Nya itu).” (QS Al-Baqarah 2: 55-56).

”Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapi (mengalami)nya; (sekarang) sungguh kamu telah melihat-Nya dan kamu menyaksikan-Nya.” (QS Ali 'Imran 3: 143).

”(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: "Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?." Isa menjawab: "Bertaqwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman." Mereka berkata: "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu." Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezeki (dari langit)lah kami, dan Engkaulah pemberi rezki Yang Paling Utama." Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan (dari langit) itu kepadamu, barangsiapa yang kafir (tidak mengimani, mundur ke belakang) di antaramu sesudah (turun hidangan langit itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia." (QS Al Maa'idah 5: 112-115).

”Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (ingatlah) Allah, ingat yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada Cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mu’min itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (QS Al-Ahzab 33: 41-44).

“Dan barangsiapa yang dibiarkan tersesat (karena mengikuti hawa nafsunya) oleh Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pemimpin (guru) pun yang akan menunjuki.” (QS Az-Zumar 39: 23).

“… barangsiapa yang dibiarkan-Nya tersesat (karena mengikuti hawa nafsunya), maka kamu tidak akan mendapatkan satu orang waliy-mursyid (guru-mursyid) pun yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang tersesat itu.” (QS Al-Kahfi 18: 17).

”Lalu keduanya (jiwa-raga yang telah bersinergi dalam mencari wajah Allah) bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya suatu ilmu dari sisi Kami (mil ladunna ’ilmaa, yakni ilmu ma’rifatullah).” (QS Al-Kahfi 18: 65).

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu hijab/tutupan (yang menutupi) mata (hati) kamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS Qaaf 50: 22).

“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan Cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.” (QS Al Hadiid 57: 19).

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk berserahdiri kepada Allah (muslimuun) lalu ia mendapat Cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat-ingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az-Zumar 39: 22).

7) PANCARAN CAHAYA KUNING

Merupakan simbol dari diri-ruhani (nuur al-insaan) yang telah tersingkap tirai kegelapan hatinya atau hijab qolbunya (al-mukasyafah) dengan izin dan rahmat Allah SWT semata sehingga memperoleh pencerahan ruhaniyah, yakni menemui Allah SWT (liqa’ Allah SWT), menyaksikan kehadiran Allah SWT di dalam dirinya (al-musyahadah), mengenal Allah SWT (ma’rifatullah), dan selanjutnya menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah SWT (al-muqarabuun). Allah SWT berfirman:

”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,” (QS Qoof 50: 16).

”Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS Al Qiyaamah 75: 23).

”Hai manusia, sungguh telah datang kepada kamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah Kami turunkan kepadamu Cahaya yang terang-benderang. Adapun mereka yang beriman kepada Allah dan berpegangteguh kepada (agama)-Nya, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat dan karunia-Nya dan menunjuki mereka jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” (QS An-Nisaa’ 4: 174-175).

8) BULATAN HITAM BERTULISKAN LAFADZ ”ALLAH” DILINGKARI CAHAYA KUNING YANG MEMANCARKAN CAHAYA PUTIH

Merupakan simbol dari ”Wajah Allah SWT”, ialah Cahaya Allah SWT (Nuurullah, Nuurun ala nuurin), yang telah ditemui, disaksikan, diketahui dan dikenal dengan baik oleh hamba-Nya yang Ihsan. Cahaya Allah SWT adalah pusat dari segala sesuatu, serta meliputi segala sesuatu di langit dan di bumi. Allah SWT berfirman:

”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (kehendak)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah 2: 186).

”Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat." (QS Thaahaa 20: 46).

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Hadiid 57: 4).

” Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah 2:115).



“Inni wajjahtu wajhiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal ‘arldo haniifam-muslimaw-wamaa ana minal-musyrikin. Innash-sholaatii wanusukii wamah-yaaya wamamaatii lillaahi Robbal’aalamiin. Laa syarikalahuu wabi-dzaalika umirtu wa ana minal-muslimiin … Sesungguhnya aku menghadapkan wajah (diri-ruhani, nuurul-insan, qolbu)-ku kepada wajah Cahaya Dzat Yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus-langsung dan tunduk berserahdiri, dan tiadalah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan selain-Nya. Sesungguhnya sholatku, bhakti-pengabdianku, hidupku dan matiku hanyalah teruntuk bagi Allah Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, demikian yang diperintahkan-Nya kepadaku, dan aku termasuk kaum yang berserahdiri kepada Allah.” (petikan Do’a Iftitah).

“…Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena (tujuan) mencari wajah Allah.” (QS Al-baqarah 2: 272).

”Dan orang-orang yang sabar karena mencari wajah Tuhannya, mendirikan sholat, dan menafkahkan (membelanjakan) sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka, secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS Ar-Ra’d 13: 22).

”Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari wajah Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (QS Ar-Ruum 30: 38).

”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mengharapkan wajah Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (QS Ar-Ruum 30: 39).

”Dan tetap kekal-abadi wajah Tuhanmu Yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS Ar-Rahman 55: 27).

“Illabtighaa’a wajhi rabbihil a’la … Kecuali yang mengharap wajah Rabb-nya yang Mahatinggi” (QS Al-Lail 92 : 20)

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qashash 28: 88).

“Siapa yang beramal demi pahala, niscaya akan letih dengan harapan. Siapa yang beramal karena takut siksa, niscaya akan letih dengan prasangka baik. Siapa yang beramal demi Wajah-Nya, niscaya tiada letih baginya.” (Imam An-Nifari).

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam ragu-ragu tentang menemui Tuhan mereka. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS Fushshilat 41: 54).



“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya (ma’rifatullah). Sesungguh-nya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS Al Hajj 22: 74).

”Innallaha yuhibbul-muhsiniin … sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Ihsan.” (QS Al Baqarah 2: 195).

Tentang Ihsan ini Nabi Besar Muhammad SAW bersabda:

”Anta’budAllah ka annaka taraah, fa’illam takun taraah, fa’innahu yaraaka ... Hendaklah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, namun apabila engkau tidak melihat Allah, maka Dia melihatmu.”

”Dari Abu Darda`, Nabi Saw bersabda “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam mizan (timbangan kebajikan pada hari kiamat) selain dari husnul khuluq (akhlak yang Ihsan).” (H.R. Abu Daud 4799 dan Tirmizi 2002 - Hadits hasan shahih).

Pengertian tentang Ihsan ini diterangkan secara agak panjang-lebar oleh Herry Mardian dari Yayasan Tasawuf Paramartha sebagai berikut:

”Ihsan kualitas yang pertama, adalah sebuah kualitas pengabdian seperti ketika kita telah melihat-Nya. Sedangkan ihsan kualitas yang kedua, adalah sekualitas ketika kita telah merasakan sepenuhnya bahwa Dia melihat kita, meskipun kita tidak (belum) melihat-Nya. Jika kita telah melihat-Nya, mana bisa kita tidak mencintai-Nya? Mana bisa kita tidak takjub kepada-Nya? Mana bisa kita tidak rindu kepada-Nya, tidak ingin tunduk kepada-Nya? Dia yang tak terbatas, Mahaindah, Mahatinggi, Mahapengasih, Mahapenyayang. Mana bisa kita tidak takjub kepada-Nya dan tidak mencintai-Nya, jika sudah mengenal-Nya? Bayangkan, bagaimana kira-kira kualitas pengabdian dari seseorang yang sudah merasa takjub kepada-Nya. Itu Ihsan dalam kualitasnya yang pertama. Kalau pun kita belum melihat-Nya, ihsan kualitas kedua adalah ketika dalam setiap nafas kita, setiap saat, sepanjang jasad ini masih bernafas dan jantung masih berdetak, tidak sesaat pun diri kita pernah lepas dari kesadaran bahwa Dia melihat kita. Kesadaran yang tidak pernah putus, biar kita sedang dalam saat orgasme sekalipun. Kita ‘tenggelam’ dalam sebuah pemahaman bahwa kita ada dalam pengawasan-Nya, penjagaan-Nya, perlindungan-Nya, tuntunan-Nya. Padahal Dia adalah dzat yang tidak mengantuk, tidak tidur, dan tidak lalai. Nah, seseorang dengan kualitas ihsan yang seperti ini, masih mungkinkah dia bermaksiat? Masih mungkinkah dia berkeluh kesah, tidak bersyukur? Mana bisa dia bertindak tidak santun dan sembarangan? Apa bisa orang yang sudah ada dalam penjagaan-Nya dan perlindungan-Nya sepenuhnya seperti ini, menjadi murung dan tidak bahagia? Kira-kira, bagaimana akhlaq dari orang yang ada di ihsan kualitas kedua ini? Jadi kenapa Allah mencintai para Al-Muhsiniin, seperti disebut di Al-Baqarah [2] : 195 tadi? Jelas, karena mereka memiliki kualitas pengabdian yang seperti itu, lebih dari sekedar ‘orang baik’ atau ’suka berbuat baik’. Dan, Ihsan atau hasan lebih dari sekedar khair (baik). Sekarang pun lebih jelas makna hadits dari Abu Daud dan Tirmidzi tadi, bahwa ‘tidak ada yang lebih berat dalam mizan, selain husnul-khuluq (akhlaq yang ihsan)’. Tentu saja, karena husnul-khuluq adalah akhlaq yang terbangun dalam diri seseorang karena seseorang melihat-Nya, atau setidaknya akhlaq yang terbangun adalah karena dia telah sepenuhnya ‘tenggelam’ dalam kesadaran bahwa Allah melihatnya. Husnul-khuluq bukan sekedar ‘akhlaq yang baik’.” (Sumber: http://suluk.blogsome.com/2006/10/13/pengertian-ihsan/)
Seorang Sufi Agung yang hidup antara tahun 830 – 910 Masehi di Baghdad, yaitu Junaid Al-Baghdadi, memberikan ta’wil atas firman Allah SWT berikut ini:

“Dan orang-orang yang berjihad dalam Kami, sungguh, akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah bersama para Al-Muhsiniin (mereka yang Ihsan)” (QS Al-Ankabut 29: 69).
“Ayat itu bermakna, ‘mereka yang berjuang melawan hawa nafsunya dan bertaubat sungguh-sungguh hanya demi Kami, pastilah akan Kami tuntun mereka pada jalan-jalan yang menyampaikan mereka pada kebenaran sejati (Al-Haqq). Sesungguhnya tak seorang pun mampu berjuang melawan musuh yang ada di luar dirinya kecuali jika ia pun berjuang melawan musuh-musuh yang ada dalam dirinya. Maka, siapapun yang dianugerahi kemenangan atas apa-apa yang ada di dalam dirinya, ia pasti akan menang atas lawan-lawannya. Dan siapapun yang dikalahkan oleh apa-apa yang ada di dalam dirinya, musuh-musuhnya pun pasti akan mengalahkannya.”.

9) TULISAN ”YAYASAN CAHAYA IHSAN-TAQWA ”AL-IHSANIYAH””

Yayasan Cahaya Ihsan-Taqwa “Al-Ihsaniyah” = dimaksudkan di sini adalah sebagai:


(1) Wahana bagi umat manusia yang membutuhkan, memenuhi persyaratan, dan berminat dalam menemukan hakikat kebenaran Al-Qur’aan sebagai pedoman hidup manusia;


(2) Wahana pembentukan manusia Ihsan yang memiliki karakter/nilai-nilai keihsanan yang digali dari Ilmu Ketuhanan (Tauhid) terutama yang terkandung di dalam budaya dan dasar pandangan hidup (falsafah) bangsa Indonesia sendiri yang merupakan warisan leluhur bangsa Indonesia termasuk para Wali Allah di Nusantara tercinta, yaitu Pancasila, di bawah naungan sinar-petunjuk Cahaya Al-Qur’aan dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, sehingga menjadi manusia Ihsan-Taqwa.


(3) Wahana mewujudkan karakter/nilai-nilai keihsanan tersebut ke dalam bentuk amal-ibadah sosial dan kemanusiaan.


10) MOTTO YAYASAN CAHAYA IHSAN-TAQWA ”AL-IHSANIYAH”:

”Habis gelap terbitlah Cahaya Terang”

3 komentar:

  1. Assalamualaikum
    maaf sya kurang setuju dengan gambar mata satu itu kyak lmbangnya dajjal mohon diperbaiki kembali itu mnurut sya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wassalaamu'alaikum wr. wb.


      Terimakasih atas masukannya.


      Jika Saudaraku membaca dengan cermat uraian di atas, maka Saudaraku akan memahami bahwa simbol / lambang seperti MATA TUNGGAL itu samasekali tidak ada hubungannya dengan dajjal Saudara, akan tetapi Merupakan simbol dari diri-ruhani (nuur al-insan) yang ditiupkan Allah SWT ke dalam diri-jasad manusia. Allah SWT berfirman:



      ”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian (jasad)nya, dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS Al Hijr 15: 29).

      “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya Ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS As-Sajdah 32: 9.


      MATA-QOLBU (PENGLIHATAN DIRI-NAFS RUHANI) ADALAH JENDELA BAGI JIWA (NAFS-RUHANI).


      Sekali lagi, terimakasih atas masukannya.


      Wassalaamu'alaikum wr wb...

      Hapus
  2. Sungguh simbol yang penuh makna dan filosofi.

    BalasHapus