Jumat, 22 Januari 2010

NILAI-NILAI SPIRITUAL PANCASILA




1) Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan “Bintang Kuning di di dalam Perisai Hitam”

• Dalam kajian tasawuf (spiritual/keruhanian Islam), Sila Pertama merupakan panggilan sekaligus peringatan Allah SWT kepada umat manusia untuk mencari wajah-Nya, mengenal-Nya (ma’rifatullah), menyembah dan mentauhidkan-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

“…Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena (tujuan) mencari wajah Allah.” (QS Al-baqarah 2: 272).

“Illabtighaa’a wajhi rabbihil a’la … Kecuali yang mengharap wajah Rabb-nya yang Mahatinggi” (QS Al-Lail 92 : 20). “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat 51: 56).

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qashash 28: 88).

“Siapa yang beramal demi pahala, niscaya akan letih dengan harapan. Siapa yang beramal karena takut siksa, niscaya akan letih dengan prasangka baik. Siapa yang beramal demi Wajah-Nya, niscaya tiada letih baginya.” (Imam An-Nifari).

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam ragu-ragu tentang menemui Tuhan mereka. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS Fushshilat 41: 54).

“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya (ma’rifatullah). Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS Al Hajj 22: 74).

”Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu (juga), diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al-Kahfi 18: 110).

”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah Al-Washilah kepada-Nya (untuk mendekatkan diri kepada-Nya), dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maa'idah 5: 35).

”Hai manusia, sesungguhnya kamu harus bekerja dengan sungguh-sungguh (setekun-tekunnya) menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (QS Al Insyiqaaq 84: 6).

”Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat (ajal kematian) datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al An'aam 6: 31-32).

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Yunus 10: 7-8).

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan untuk menemui Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur’aan yang lain dari ini atau gantilah dia." Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)." (QS Yunus 10: 15).

”Barangsiapa yang mengharap ingin menemui Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al 'Ankabuut 29: 5).

”Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Israa' 17: 72).

“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS Al Hajj 22: 46).

“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah akan menunjukkan (mengkaruniakan) Cahaya-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan (simbol-simbol/lambang-lambang) bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nuur 24: 35).

• Dalam kajian tasawuf, simbol ”Bintang bercahaya kuning” melambangkan insan Ihsan, yaitu manusia beriman yang sudah ditunjuki Allah SWT sehingga menemukan dan mengenal jatidirinya (ma’rifatun-nafs) dan pada akhirnya mengenal Tuhannya (ma’rifatullah) serta senantiasa ingat kepada-Nya (dzikrullah). Sedangkan Simbol ”Perisai bercahaya hitam” melambangkan ketinggian Ilmu Ketuhanan (Tauhid) yang dimiliki insan Ihsan sehingga dirinya senantiasa dalam perlindungan Allah di dunia dan di akhirat.



”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam (umat manusia) dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi (syahid)." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lupa terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS Al A'raaf 7: 172).

”Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadian (jasad)nya, dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh-Ku, maka tunduklah kamu (para malaikat) kepadanya dengan bersujud.” (QS Al Hijr 15: 29).

”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS Al Hasyr 59: 19).

”Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS At Taubah 9: 67).

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang akhirat adalah lupa. Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.” (QS Ar-Ruum 30: 7-8).

”Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah 2: 257).

• Dengan demikian, secara spiritual (keruhanian) Sila Pertama mengandung nilai-nilai ajaran ketauhidan dan kema’rifatan yang dimulai dengan proses mensucikan diri (al-tazkiyah an-nafs) dan mengenal diri (ma’rifatun-nafs) terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan mengenal Allah (ma’rifatullah). Hal ini sesuai sabda Nabi Besar Muhammad SAW kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib: “Awwaluddini ma’rifatullah … Awal-mula pertama beragama adalah mengenal Allah Yang wajib disembah terlebih dahulu.” Beliau SAW juga bersabda: “Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu, wa man arofa Robbahu faqod jahiilan nafsahu … Siapa mengenal diri maka ia akan mengenal Tuhannya, dan siapa mengenal Tuhannya maka ia akan mengenal kebodohan dirinya, bahwa dirinya penuh dengan kelemahan dan kekurangan, bahwa dirinya tidak memiliki daya-upaya dan kekuatan sedikitpun di hadapan Allah yang telah dikenalnya itu.” Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbit matahari. Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (memperisaikannya, membentenginya, melindunginya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka, syaitan syaitan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (QS Ash Shaaffaat 37: 6-10).

“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS Al Mulk 67: 5).

”Demi langit yang mempunyai gugusan bintang,” (QS Al Buruuj 85: 1).

“Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang,” (QS At Takwiir 81: 15).

” Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang menyaksikan(nya),” (QS Al Hijr 15: 16).

”(lngatlah) ketika ia datang menemui Tuhannya dengan hati yang suci. (Ingatlah pula) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah itu? Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?" Lalu ia meluruskan pandangan sekali pandang ke bintang-bintang.” (QS Ash Shaaffaat 37: 91).

”Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Fushshilat 41: 12).

”Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya),” (QS An Nahl 16: 12).

” dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk (dari Allah).” (QS An Nahl 16: 16).

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS Al Furqaan 25: 61).

“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpi (penglihatan ruhani) kamu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) kamu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS Yusuf 12: 4-5).

“…barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk (langsung) kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At Taghaabun 64: 11).

• Dalam kajian tasawuf, “langit” bermakna tersirat ”ketuhanan” atau ”keruhanian”, dan “bintang” bermakna tersirat ”petunjuk Tuhan yang disampaikan-Nya ke dalam qolbu (diri-ruhani, nuurul-insan) hamba-Nya yang beriman.”

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab (Man) dilambangkan dengan “Rantai”

• Setelah manusia mengenal Allah (ma’rifatullah), ia mempunyai kewajiban untuk menjalankan syari’atullah dalam rangka menata dirinya lahir dan batin. Syari’atullah terdiri dari syari’at lahir (fiqih) untuk menata diri-jasadi dan syari’at batin (tasawuf) untuk menata diri-batini. Hal ini dilambangkan dengan ”Rantai dengan latar belakang Cahaya Merah”.

”Dan carilah dengan alat-kelengkapan yang telah dianugerahkan Allah kepada engkau Negeri Akhirat, dan (sesudah itu) janganlah engkau melupakan bagianmu di dunia, dan berbuat ihsanlah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu. Dan janganlah engkau berbuat bencana kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat bencana kerusakan.” (QS Al-Qashash 28: 77).

• Dalam kajian tasawuf, Simbol ”Rantai” memiliki makna spiritual (keruhanian), yaitu bahwa Sila Kedua mengandung nilai-nilai ajaran pengendalian diri, yaitu merantai hawa nafsu dan syahwat-jasadi manusia serta menghidupkan rasa, sikap dan akhlaq lapang dada, welas-asih (kasih-sayang), toleransi, dan solidaritas dalam berhubungan dengan sesama umat Tuhan dan makhluk Tuhan yang lainnya. Simbol ”Cahaya Merah” yang menjadi latar belakang dari simbol ”Rantai” memiliki makna spiritual (keruhanian) bahwa dengan melaksanakan nilai-nilai spiritual yang dimiliki simbol ”Rantai” maka umat manusia tidak akan terjerumus ke dalam jurang ”asfala safilin” (serendah-rendahnya makhluk) sebagai akibat mempertuhankan hawa nafsu yang menjadi biang penyebab kematian hati, akan tetapi akan naik dan melangit harkat martabat kemanusiaannya menjadi ”fi ahsani taqwim” (makhluk Tuhan yang paripurna) yang antara lain memiliki rasa peri kemanusiaan yang tinggi, sifat adil dan mengutamakan adab yang baik dan terpuji dalam berperilaku (akhlaq) yang merupakan bahagian dari Karakter Ihsan-Taqwa, sehingga dijadikan Allah sebagai pribadi yang teguh dalam memegang dan mengamalkan ajaran ketauhidan.

Allah SWT berfirman:

”Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al Qashash 28: 50).

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS An Najm 53: 23).

“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat rasul): "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah (disebabkan mereka memperolok-olok rasul) dan mengikuti hawa nafsu mereka.” (QS Muhammad 47: 16).

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan (ajal kematian, kiamat).” (QS Shaad 38: 26).

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al Maa'idah 5: 49).

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka (Al-Qur’aan) tetapi mereka berpaling dari kebanggaan (spiritual) itu.” (QS Al Mu'minuun 23: 71).

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya tersesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan (hijab) atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS Al Jaatsiyah 45: 23).

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya (hawa) nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS Yusuf 12: 53).

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan (mengendalikan) diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS An Naazi´aat 79: 40-41).

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak kelihatan oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Mulk 67: 12).

“Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur’aan), kami beriman kepadanya (karena mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga nafsunya diberi rahmat oleh Allah). Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.” (QS Al-Jin 72:13).

“Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam (mengurangi syahwat tidur) dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az Zumar 39: 9).

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’aan yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah (hati tidak dilalaikan hawa nafsu). Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin (guru) pun yang akan menunjuki.” (QS Az Zumar 39: 23).

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’aan dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan (syari’atullah) dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS Al Maa'idah 5: 48).

”dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Tuhan mereka.” (QS Al An'aam 6: 150).

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama tauhid ini) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah (kita) kembali." (QS Asy Syuura 42: 15).

”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS An Nisaa' 4: 135).

“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan (mengendalikan) diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (QS Ali 'Imran 3: 39).

3) Persatuan Indonesia dilambangkan dengan “Pohon Beringin dengan latar belakang Cahaya Putih”

• Dalam kajian tasawuf, ”Pohon Beringin dengan latar belakang cahaya putih” melambangkan:

(1) Pribadi Ihsan-Taqwa yang keberadaan dan kehadirannya membawakan visi dan misi ”rahmatan lil ’alamiin”, tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri akan tetapi juga bermanfaat bagi umat manusia dan makhluk Tuhan yang lainnya.

(2) Ukhuwah bashariyah (kerukunan/persaudaraan kaum sufi atau kaum Ihsan yang sudah ma’rifatullah), ukhuwah islamiyah (kerukunan/persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathoniyah (kerukunan/persaudaraan bangsa Indonesia), dan ukhuwah basyariyah (kerukunan/persaudaraan umat manusia) termasuk kerukunan antar umat beragama yang didasari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.

• Allah SWT berfirman:

”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrahim 14: 25).

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali 'Imran 3: 103).

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berjuang di jalan-Nya (bahu-membahu) dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS Ash Shaff 61: 2).


“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS Al Hijr 15: 47).

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al Hujuraat 49: 10).

“Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (QS Yunus 10: 19).

”Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang haqq, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS Al Baqarah 2: 213).

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia (dengan mudah) menjadikan kamu satu umat saja (umat mu’min), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS An Nahl 16: 93).

“Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang juru penyelamat.” (QS Asy-Syuura 42: 8).

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka (umat manusia) senantiasa berselisih pendapat (menjauhi kerukunan antar umat manusia),” (QS Huud 11: 118).

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al Baqarah 2: 62).

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar beriman dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al Maa'idah 5: 69).


4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, dilambangkan dengan “Kepala Banteng sedang memejamkan matanya”

Dalam kajian tasawuf, “Kepala Banteng sedang memejamkan matanya” melambang-kan:

• Pribadi Ihsan-Taqwa yang sedang melakukan tahanuts atau khalwat (manekung, pujasemedi, meditasi, tafakur), yaitu mengheningkan dirinya lahir dan batin guna memohon petunjuk Al-Hakim (Allah SWT) agar diberi hikmah-Nya dalam rangka mengambil suatu keputusan penting atau kebijaksanaan yang menyangkut hajat hidup dirinya lahir dan batin, dan atau yang menyangkut hajat hidup orang banyak dalam suatu forum permusyawaratan para wakil komunitas umat manusia tertentu yang diwakilinya


• Sistem pengambilan keputusan yang dilaksanakan oleh komunitas ukhuwah bashariyah (kerukunan/persaudaraan kaum sufi atau kaum Ihsan yang sudah ma’rifatullah), ukhuwah islamiyah (kerukunan/persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathoniyah (kerukunan/persaudaraan bangsa Indonesia), dan ukhuwah basyariyah (kerukunan/persaudaraan umat manusia) dalam menetapkan kebijaksanaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang didasarkan tidak hanya pada kejeniusan intelektual menganalisis kondisi eobyektif yang ada, akan tetapi didasarkan pula pada kebeningan hati (kecerdasan emosi), hikmah yang diperoleh dari petunjuk Al-Hakim yang diterima oleh qolbu (kecerdasan spiritual), di mana sinergi dari ketiga hal yang dijadikan dasar tersebut akan dapat melahirkan tindakan pengambilan keputusan/penetapan kebijaksanaan yang tepat dan memuaskan semua anggota komunitas (kecerdasan bertindak).

5) Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dilambangkan dengan “Padi dan Kapas”

6) Makna urut-urutan di dalam prisai dari sila kesatu ke sila-sila yang lainnya adalah berputar berlawanan arah dengan jarum jam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar